Monday 28 August 2017

Belanja Sampai Buas



Tunjukkan dirimu yang sederhana. Rangkullah kodratmu yang asli. Tahanlah rasa ingat dirimu. Batasi keinginanmu -Lao Tzu


Beberapa waktu lalu, Nike mengadakan bazar diskon hingga 90% di Grand Indonesia. Namun bukan hanya diskon saja yang gila-gilaan. Keramaian orang gila-gilaan, begitu pula sikap buas mereka. Hasilnya? Sampah yang gila-gilaan.



Setiap kali sebuah produk didiskon besar-besaran, pastilah selalu ada antrean yang mengular, mungkin bisa dibandingkan dengan panjangnya kemacetan saat lebaran di jalur pantura. Bukan hanya di Indonesia, tapi hampir di seluruh tempat di Dunia. Manusia suka diskon karena mereka merasa menang saat membeli barang diskon itu. Mereka merasa bahwa sebagai pembeli, mereka untung besar. Sementara itu, si penjual, adalah yang merugi.


Padahal sebetulnya, mereka tidak membutuhkan barang itu sampai harus capek-capek antre. Mereka hanya tergiur dengan barang mahal yang didiskon. Sebagian besar dari mereka memiliki keinginan untuk bisa berpenampilan bak orang kaya, tetapi dengan cara yang murah.


Jean Baudrillard, seorang filsuf Prancis dalam La Societe de Consommation (The Consumer Society) menyatakan bahwa situasi masyarakat kontemporer dibentuk oleh kenyataan bahwa manusia sekarang dikelilingi oleh faktor konsumsi. Pada kenyataannya manusia tidak akan pernah merasa terpuaskan atas kebutuhan-kebutuhannya. Kalau dipikir-pikir, sepatu merek Nike bisa digantikan oleh sepatu lain dengan harga yang sama, bahkan lebih murah. Namun karena Nike dianggap sebagai merek yang mahal dan berkelas, maka Nike diinginkan. Saat Nike turun harga, dia menjadi barang yang berharga dan seolah sangat dibutuhkan, padahal, kebutuhan mengonsumsi Nike itu semu. Saat seseorang merasa puas karena bisa beli barang mahal dengan harga murah, kepuasan itu pun juga semu dan dipengaruhi oleh selera di sekeliling orang.


Lagipula toh, konsumen tak benar-benar beruntung dan produsen jelas tak merugi. Setinggi-tingginya potongan harga atas sebuah barang, harga akhir barang tersebut tetap lebih mahal ketimbang ongkos produksi yang telah dikeluarkan oleh produsen. Strategi seperti ini tidak salah kalau ditinjau dari kacamata produsen, toh memang produsen bertujuan untuk mencari untung. Namun kegilaan tingkat akut konsumen seperti yang terlihat dalam diskon besar-besaran Nike ini menandakan bahwa banyak orang yang betul-betul kehilangan akal sehat saat akan membeli barang.


Maka tak mengherankan kalau kita akan banyak melihat orang-orang yang miskin, sepertinya sulit memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi menggunakan barang-barang keren. Barang-barang keren dan bermerek seringkali dianggap sebagai bentuk pencapaian taraf hidup layak, dan bukannya hal-hal yang lebih esensial seperti makan sehat, rumah, dan juga pendidikan.


Dan tak lebih mengherankan lagi -saat melihat banyak orang berutang untuk memenuhi "kebutuhan" itu-.


Foto: detik.com

No comments:

Post a Comment